...... CHEMICAL EDUCATION: Mei 2014 ...... CHEMICAL EDUCATION: Mei 2014

Selasa, 06 Mei 2014

Perkembangan Kepribadian




PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
(Tugas Makalah Mata Kuliah Pengenalan Peserta Didik)



Disusun oleh :
Yossie Indriana                      (1213023083)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

Untuk dalam bentuk powerpoint klik link ini
BAB I
PENDAHULUAN


2.1    Latar Belakang

Di kehidupan sehari-hari kita sering dan tak asing dengan istilah kepribadian atau pribadi. Kepribadian biasanya disangkutpautkan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan watak, sifat, penyesuaian diri, minat, emosi, sikap dan motivasi.
Dalam aplikasinya memang perlu peninjauan kembali akan apa yang dimaksud dengan kepribadian itu sendiri. Peninjauan tersebut bisa diartikan dengan tidak terlampau dari ilmu kepribadian itu sendiri.ilmu tentang kepribadian cakupannya sangat luas, yang pada perkembangan-nya, teori ini sangat sudah maju ndengan pengenalan yang lebih luas tentang kepribadian manusia. Namun, meskipun hanya membatasi sebagaian dari sebuah pengetahuan, tak dipungkiri mempelajari mengenai kepribadian merupakan suatu hal yang menarik.
Kepribadian sangat perlu diketahui dan dipelajari karena kepribadian sangat berkaitan erat dengan pola penerimaan lingkungan sosial terhadap seseorang. Orang yang memilki kepribadian sesuai dengan pola yang dianut masyarakat di lingkungannya, akan mengalami penerimaan yang baik, tetapi sebaliknya jika kepribadian sesorang tidak sesuai, apalagi bertentangan dengan pola yang dianut di lingkungannya, maka akan terjadi penolakan dari masyarakat.
Jika terdapat kesesuaian antara kepribadian yang dimilki dengan lingkungan sosial, akan terjadi keseimbangan di antara keduanya, sebaliknya jika terjadi ketidaksesuaian di antara keduanya, maka akan timbul akibat, yaitu orang tersebut akan mencari lingkungan sosial yang sesuai atau akan mengadakan penyesuaian terhadap lingkungan sosialnya.
Karena kepribadian mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam bagaimana seseorang itu akan diterima atau tidaknya dalam suatu lingkungan. Setiap manusia mempunyai karakteristik kepribadian yang berbeda-beda. Disinilah peran yang sangat besar akan bagaimana memperlakukan dan membentuk dengan baik suatu kepribadian.
Banyak sekali yang dapat mengartikan sebuah kepribadian, baik kepribadian diartikan sebagai sesuatu yang mempunyai peran dalam mempengaruhi orang lain, ataupun kepribadian diartikan sebagai sesuatu yang agresif. Tak jarang kepribadian pun dapat diartikan sebagai suatu benda yang ada atau tidak terdapat pada seseorang, ada sedikit atau banyak, memilki tempat, dapat dilihat bentuk dan wujudnya. Yang sebenarnya kepribadian itu sendiri sebenarnya suatu konsep abstrak yang menggambarkan bagaimana individu dan mengapa individu berperilaku.
Berdasarkan hal-hal inilah, maka perlunya dibuat makalah ini untuk memperjelas lebih mendalam mengenai perkembangan kepribadian. Baik pengenalan lebih dalam dengan berdasarkan pendapat para ahli,  melihat tipe tipe dari kepribadian itu sendiri dan mngenal lebih baik kepribadian dalam membentuk konsep aku, dan faktor-faktor yang menentukan perubahan kepribadian seseorang.

1.2    Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kami angkat dalam pembuatan makalah ini, antara lain:
1.         Apakah kepribadian itu?
2.         Bagaimanakah “Konsep Aku” dalam perkembangan kepribadian?
3.         Apasajakah tipe tipe kepribadian berdasarkan pendapat para ahli?
4.         Faktor-faktor apasajakah yang dapat menentukan perubahan kepribadian seseorang?
1.3    Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menjelaskan pengertian kepribadian.
2.      Untuk mendeskripsikan “Konsep Aku” dalam perkembangan kepribadian.
3.      Untuk menjelaskan tipe tipe kepribadian berdasarkan pendapat para ahli.
4.      Untuk menjelaskan faktor-faktor penentu perubahan kepribadian seseorang.


















BAB II
ISI


2.2    Pengertian Kepribadian

Kepribadian bahasa Inggrisnya “personality”, berasal dari bahasa Yunani “per” dan “sonare” yang berarti topeng, tetapi juga berasal dari kata “personae” yang berarti pemain sandiwara, yaitu pemain yang memakai topeng tersebut, (Sukmadinata, 1960 : 136-137)
Sehubungan dengan kedua asal kata tersebut, Ross Stagner (1961) dalam buku Sukmadinata yang berjudul Landasan Psikologi Proses Pendidikan (1960 : 136-137), mengartikan kepribadian dalam dua macam. Pertama, kepribadian sebagai topeng (mask personality), yaitu kepribadian yang berpura-pura, yang dibuat-buat, yang semu atau mengandungh kepalsuan. Kedua, kepribadian sejati (real personality) yaitu kepribadian yang sesungguhnya, yang asli.
Personality atau kepribadian berasal dari kata persona yang berarti topeng, yakni alat untuk menyembunyikan identitas diri. Bagi bangsa Romawi persona berarti “bagaimana seseorang tampak pada orang lain”, jadi bukan diri yang sebenarnya. Adapun pribadi yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris person, atau persona dalam bahasa Latin yang berarti manusia sebagai perserorangan, diri manusia atau diri orang sendiri.
Sumber lain melihat, pribadi (persona, personeidad) adalah akar struktural dari kepribadian, sedang kepribadian (personality, personalidad) adalah pola prilaku seseorang di dalam dunia, (Djaali, 2008 : 2-3)
Secara fisolofis dapat dikatakan bahwa pribadi adalah “aku yang sejati” dan kepribadian merupakan “penampakan sang aku” dalam bentuk perilaku tertentu. Di sini muncul gagasan umum bahwa kepribadian adalah kesan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang diperoleh dari apa yang dipikir, dirasakan, dan diperbuat yang terungkap melalui perilaku, (Djaali, 2008 : 2-3).
Meskipun secara eksplisit Littauer di dalam buku Djaali yang berjudul Psikologi Pendidikan (2008 : 3) tidak merumuskan apa yang disebut dengan kepribadian, namun ia mengutip pendapat David Lykken bahwa kepribadian sebagai suatu perangai dan langkah serta semua kekhasan yang membuat orang berbeda dari orang laindalam hal kemungkinan hubungan genetik tertentu dalam diri manusia. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa kepribadian memiliki arti yang sangat khas dan kompleks, karena mengacu kepada suatuy proses yang dapat dilakukan manusia sejak kecil hingga dewasa. Dalam uraian di atas ditunjukkan dengan “kelanjutan masa lalu”.
Allport juga dalam buku Djaali yang berjudul Psikologi Pendidikan (2008 : 2) mendefinisikan personality sebagai susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport meliputi kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara umum.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan saling berinteraksi dalam mengarahkan tingkah laku) yang kompleks dan dinamis dalam diri seorang individu, yang menentukan penyesuaian diri individu tersebut terhadap lingkungannya, sehingga akan tampak dalam tingkah lakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain.




2.3    Konsep Aku

Manusia adalah makhluk yang istimewa, selain karena memiliki kemampuan-kemampuan lebih tinggi dari makhluk lainnya ia juga memiliki apa yang disebut aku, diri atau dalam bahasa Inggrisnya Self atau Ego. Karena memiliki aku ini dia dapat berdialog dengan orang lain yang juga punya aku. Individu juga dapat berdialog dengan dirinya, sebab aku ini bisa berperan sebagai subjek (I) dan bisa juga berperan sebagai (Me).
Aku atau self meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita, baik yang disadari ataupun tidak disadari individu tentang dirinya. Aku yang disadari oleh individu disebut self picture atau gambaran aku, sedang aku yang tidak disadari disebut unconcious aspect of the self atau aku tak sadar.
Setiap orang mempunyai kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan dirinya, apakah sikap, perasaan dll-nya itu tepat atau tidak, realistis atau tidak. Ketepatan dan kerealistisan sikap dsb. Itu akan mempengaruhi kondisi kepribadiannya terutama kesehatan mentalnya. Seseorang yang memiliki kepercayaan lebih akan dirinya, akan mencita-citakan sesuatu yang jauh di atas kemampuannya, sehingga kemungkinan mendapat kegagalan besar sekali. Orang yang mempunyai kepercayaan lebih juga akan menilai rendah kepada orang lain. Sebaliknya orang yang yang kurang percaya diri, akan banyak diliputi keraguan, ketidakberanian untuk bertindak, rasa rendah diri dsb.
Kesehatan mental sangat didukung oleh ketepatan sikap dan perasaa akan dirinya. Sikap akan diwujudkan dalam penerimaan atau penolakan akan dirinya, sedang perasaan dinyatakan dalam rasa senang atau tidak senang akan keadaan dirinya. Sikap menolak dan membenci diri merupakan pangkal ketidaksehatan mental.
Sikap menerima diri dan mencintai diri yang berlebihan juga merupakan gejala ketidaksehatan mental. Cinta diri yang berlebihan dapat menyebabkan kepribadian yang disebut narsisme (sangat cinta diri sendiri sehingga susah mencintai yang lain), sedang benci diri yang berlebihanm menyebabkan masohisme atau suka menyiksa diri. Orang yang suka menyiksa diri cenderung juga suka menyiksa orang lain atau sadisme.
Setiap orang mempunyai cita-cita akan dirinya, menjadi mahasiswa yang berprestasi, pemimpin yang berhasil, pengusaha yang sukse, suami yang membahagiakan istri, istri yang disayangi suami, orang tua yang dicintai anak-anaknya dsb. Cita-cita yang realistis atau sesuai dengan kemampuan mungkin dapat tercapai, tetapi cita-cita yang terlalu tinggi bisa jadi sukar sekali dapat dicapai, sehingga kegagalanlah yang menjadi akibatnya. Sebaliknya cita-cita yang terlalu rendah, tidak akan mendorong kemajuan. Oleh karena itu dasar bagi kesehatan mental dan keberhasilan hidup adalah dimilikinya gambaran aku atau self picture yang tepat dan realistis. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, seorang yang punya gambaran aku yang realistis adalah yang mampu melihat kekurangan dan kelebihan ini, tanpa melebih-lebihkan atau menguranginya. Gambaran kau yang realistis, juga menjadi bekal bagi yang melihat gambaran aku yang lain. Seorang yang punya gambaran aku yang realistis, akan mampu pula melihat gambaran aku orang lain secara realistis pula.
Gambaran aku atau aku yang disadari mungkin tepat dan realistis, tetapi secara tidak sadar individu mempunyai kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita yang jauh di atas atau di bawah kenyataan. Keadaan ini pun dapat mengganggu kesehatan mental individu.
Kepribadian yang sehat, didukung oleh gambaran aku yang realistis baik secara sadar maupun tidak sadar. John F. Pietrofesa merumuskan adanya tiga komponen dari konsep aku, yaitu: aku ideal (ideal self), aku yang dilihat oleh dirinya (self as seen by self) dan aku yang dilihat orang lain (self as seen by others).
Dalam keadaan ideal ketiga aku ini persis sama, apabila digambarkan dengan lingkaran, ketiganya akan berhimpitan sepenuhnya. Semakin lebar bidang yang tidak berhimpitan, menunjukkan semakin tidak ada kesesuaian antara ketiga komponen aku tersebut. Hal itu menunjukkan adanya ketidakteraturan dalam kepribadian individu.
Seseorang yang memiliki aku yang tidak realistis, tidak ada kesesuaian antara aku sadar dengan aku tidak sadar, tidak ada kesesuaian antara aku yang dilihat oleh dirinya, dengan aku yang dilihat orang lain, akan beeusaha mengadakan beberapa usaha pertahanan diri atau defence mechanism.
Ada beberapa bentuk pertahanan diri, di antaranya:
1.         Melakukan penyerangan atau defense by attack. Untuk menutupi dan mempertahankan aku buatannya seseorang melakukan berbagai bentuk penyerangan, baik dengan kata-kata atau tulisan maupun dengan perbuatan, seperti marah, mencaci maki, merusak, menyakiti, bahkan samapai menghancurkan atau membunuh.
2.         Melariakn diri atau defence by withdrawing. Sebagai lawan dari yang pertama, individu mempertahankan diri melalui berbagai bentuk perbautan pelarian. Contoh nyata dari perbuatan pelarian adalah: menghindarkan diri dari tugas atau tanggung jawab.
3.         Mengubah lingkungan atau restructuring the world. Untuk mempertahankan dirinya seseorang berusaha mengubah hal-hal yang ada di luar dirinya, melemparkan pangkal kesalahan kepada orang lain atau lingkungannya.
4.         Mengubah diri sendiri atau restructing the self. Sebagi lawan dari pengubahan lingkungan seseorang mempertahankan diri melalui mengubah (bukan secara realistis) keadaan dirinya. Individu mencari-cari alasan pada dirinya agar kesalahannya dapat dimaafkan oleh orang lain.

2.4    Tipologi Kepribadian

Kepribadian meruapakan suatu kesatuan yang menyeluruh dan kompleks. Setiap orang memiliki kepribadian tersendiri. Walaupun demikian para ahli tetap berusaha untuk menyederhanakannya dengan cara melihat satu atau beberapa faktor dominan, atau ciri utama, atau melihat beberapa kesamaan. Atas dasar itu maka sejak lama para ahli mengadakan pengelompokkan kepribadian atau tipologi kepribadian.
Tipologi kepribadian yang tertua adalah bersifat jasmaniah, yaitu berdasarkan cairan-cairan badan (biochemical type). Hippocrates (400 sebelum Masehi), yang kemudian diperkuat oleh Galenus (150 sebelum Masehi), mengembangkan suatu teori tipologi kepribadian berdasarkan cairan tubuh yang menentukan temperamen (kehidupan emosi) seseorang. Menurut kedua ahli tersebut ada empat cairan tubuh yang menentukan tempramen seseorang, yaitu: empedu hitam, empedu kuning, lendir, dan darah. Berdasarkan dominasi/kekuatan sesuatu cairan pada seseorang maka ada empat tipe kepribadian, yaitu:
1.         Choleric (choler adalah empedu kuning). Yang dominan pada orang tersebut adalah empedu kuning. Seorang Choleric memiliki tempramen cepat marah, mudah tersinggung, tidak sabar dsb.
2.         Melancholic (malas dan choler adalah empedu hitam). Yang dominan pada orang Melancholic adalah empedu hitam, dia memiliki temperamen pemurung, penduka, mudah sedih, pesimis, dan putus asa.
3.         Phlegmatic (phlegma adalah lendir). Seorang Phlegmatic yang didominasi oleh lendir dalam tubuhnya, memiliki tempramen yang serba lamban, pasif, malas, dan apatis.
4.         Sanguinic (sanguine adalah darah). Yang dominan pada orang ini adalah darah, ia memiliki sifat-sifat penting, periang, aktif, dinamis, cekatan.
Tipologi ini didasarkan atas teori yang lahir dari pemikiran filosof, dan bukan penelitian empiris. Meskipun bersifat biokimiawi, tetapi cairan-cairan tersebut sukar untuk dibuktikan secara kimiawi, apalagi pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Adanya orang-orang yang bertempramen demikian dapat kita temukan dalam kenyataan.
Tipologi lain yang juga masih bersifat jasmaniah adalah dari Kretchmer. Berdasarkan hasil penelitian empiris dengan sejumlah pasien yang mengalami gangguan psikis, Kretchmer pada tahun 1925 menyimpulkan adanya empat tipe kepribadian individu yang digolongkan berdasarkan bentuk tubuh.
1.         Asthenicus atau Leptosome, yaitu orang-orang yang berperawakan tinggi kurus. Orang berperawakan tinggi kurus, dada sempit, lengan kecil panjang, oto-oto kecil, dagu sempit, perut kempis, muka cekung, kekurangan darah, memiliki sifat-sifat kritis, memilki kemampuan berpikir abstrak, suka melamun, sensitif.
2.         Pycknicus, seorang yang berperawakan pendek gemuk, tubuh bulat, muka bulat, lengan lembut bulat, dada kembung, perut gendut. Mereka memiliki sifat-sifat periang, suka humor, populer, hubungan sosial luas, banyak kawan, suka makan.
3.         Athleticus, seorang yang bertubuh tinggi besar, berbadan kukuh, otot-oto besar, dada bidang, dagu tebal. Seorang athleticus senang pada pekerjaan-pekerjaaang membutuhkan kekuatan fisik, mereka adalah pemberani, agresif, mudah menyesuaikan diri, berpendirian teguh.
Menurut Kretchmer ketiga tipe tersebut adalah tipe yang ekstrim. Di samping itu ada orang-orang yang perkembangannya di antaranya. Mereka disebut tipe campuran atau tipe Dysplastic. Telah disebutkan di muka bahwa studi Kretchmer dilakukan kepada para pasien yang mengalami gangguan psikis. Banyak ahli yang berpendapat bahwa tipologi tersebut hanya berlaku bagi mereka yang mengalami gangguan psikis, tetapi menurut Kretchmer tipologinya berlaku juga bagi orang sehat. Gangguan psikis yang diserita seorang Asthenius adalah Schizophrenia, sedang Pycknicus adalah maniac depressive. Seorang Asthenicus normal memiliki kepribadian Schizothyme, sedang Pycknicus berperibadian Cyclothyme.
Hampir sejalan dengan tipologi Kretchmer adalah tipologi dari Sheldon (1940). Berdasarkan penelitian empiris terhadap unsur-unsur jaringan tubuh dalam embrio, Sheldon menyimpulkan adanya tiga tipe khas manusia berdasarkan bentuk tubuh, yaitu:
1.         Endomorphic, berbadan pendek gemuk dengan ciri-ciri kepribadian yang disebutnya sebagai Viscerotonis, yaitu: senang makan, hidup mudah, tak banyak yang dipikrkan, rasa kasih sayang, senang bergaul, toleran, rileks.
2.         Mesomorphic, berbadan tinggi besar dengan ciri kepribadian Somatonia, yaitu: senang akan kekuatan jasamaniah, aktif, agresif, energik.
3.         Echmorphic, berbadan tinggi kurus dengan ciri kepribadian Cerebrotonia, yaitu: suka berpikir, melamun, senang menyendiri, pesimis, mudah terharu.
Tipologi Sheldon mirip dengan tipologi dari Kretchmer, kelebihannya Sheldon menambahkan ciri kepribadian utama dari masing-masing tipe, dengan sifat-sifat yang juga tidak banyak berbeda dari Kretchmer. Sesungguhnya setiap orang memiliki ketiga ciri kepribadian yang dikemukakan oleh Sheldon, hanya pada orang tertentu suatu ciri lebih menonjol dibandingkan dengan yang lainnya.
Tipologi lain diberikan oleh Carl Gustav Jung, seorang psikiatris dari Swiss. Kalau ketiga tipologi yang telah diuiraikan di muka merupakan tipologi berdasarkan ciri-ciri jasmaniah, maka tipologi Jung berdasarkan ciri-ciri psikis.
Berdasarkan kecenderungan hubungan sosialnya, maka Jung membedakan dua tipe manusia, yaitu tipe Ekstravert dan Introvert. Seorang yang bertipe Ekstravert, mempunyai ciri-ciri keputusan dan reaksi-reaksinya ditentukan oleh hubungan objektif, bukan oleh hubungan subjektif. Perhatiannya lebih banyak tertuju ke luar, yaitu kepada lingkungan, lebih mendahulukan kepentingan lingkungannya daripada kepentingan dirinya, pribadinya terbuka, bersikap objektif dan nyata. Seorang Introvert perhatiannya lebih tertuju ke dalam dirinya, lebih banyak dikuasai oleh nilai-nilai subjektif. Apa yang dilakukannya banyak didasari oleh cita-cita dan pemikirannya sendiri yang bersifat absolut dan diseduaikan dengan nilai-nilain dirinya.
Selanjutnya Jung juga menambahkan bahwa ada empat fungsi dasar pada individu, yaitu fungsi: berpikir, perasaan, pengindraan dan intuisi. Kalau dikombinasikan dengan kedua tipe dia atas maka Ekstravert pemikir, perasa, pengindra, dan intuisi; juga Introvertpemikir, perasa pengindra dan intuisi. Orang yang benar-benar Ekstravert atau Introvert jumlahnya tidak banyak, kebanyakan bersifat diantaranya, yaitub Ambivert.
Tipologi lain dikembangkan oleh Spranger, seorang filsuf Jerman. Spranger mengelompokkan individu atas dasar kecenderungannya akan nilai-nilai dalam kehiduapn. Menurut Spranger ada enam tipe kepribadian atas dasar kecenderungan akan nilai:
1.         Theoretic atau manusia teoritis , mereka yang mendasarkan tindakan-tindakannya atas dasar nilai-nilai teoritis atau ilmu pengetahuan. Tipe ini memiliki dorongan yang besar untuk meneliti, mencari kebenaran, rasa ingin tahu, pandangan yang objektif tentang dirinya dan dunia luar.
2.         Economic , mendasarkan aktivitasnya atas dasar nilai-nilai ekonomi, yaitu prinsip untung rugi. Perilakunya selalu diwarnai oleh dorongan –dorongan ekonomi, melihat manfaat sesuatu benda bagi kehidupan, segala sesuatu dilihat dari manfaat atau kegunaannya terutama untuk dirinya.
3.         Aesthetic yaitu mereka yang menjadikan nilai-nilai keindahan (estetika) sebagai dasar dari pola hidupnya. Sifat-sifat individu dari tipe ini adalah, senang akan keindahan, bentuk-bentuk simetris, harmonis, segala sesuatu dipandang dari sudut keindahan.
4.         Sociatic mereka yang lebih mengutamakan nilai-nilai sosial atau hubungan dengan orang lain sebagai pola hidupnya. Beberapoa sifat tipe ini, menyenangi orang lain, simpatik, baik, meninjau persoalan dari hubungan antar manusia.
5.         Politic, yaitu mereka yang menjadikan nilai-nilai politik sebagai pola hidupnya. Ia memiliki dorongan untuk meguasai orang lain, menjadi manusia terpenting dalam kelompoknya.
6.         Religious mengutamakan nilai-nilai spiritual hubungan dengan Tuhan. Perilakunya didasari oleh nilai-nilai keagamaan, keimanan yang teguh, penyerahan diri kepada Tuhan.
Selain itu Erich Fromm membagi manusia atas dua tipe berdasarkan orientasi dirinya, yaitu yang Berorientasi Produktif atau Productive Orientation dan yang Berorientasi Tidak Produktif atau Unproductive Orientation. Individu yang memiliki Orientasi Produktif, adalah yang memiliki pandangan realistis, mampu melihat segala sesuatu secara objektif, dengan kelebihan dan kekurangannya. Ia beranggapan bahwa dirinya mempunyai kekuatan, kemampuan, tetapi juga kekurangan-kekurangan, demikian juga halnya orang lain ada kelebihan dan  kekurangannya. Untuk mengatasi segala persoalan yang dihadapi dalam hidupnya diperlukan suatu kerjasama. Setiap individu wajib mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya, serta wajib berusaha untuk mencapai apa yang dicita-citakannya.
Individu yang memilki Orientasi Tidak produktif, ada beberapa bentuk.
1.         Receptive atau Penerima. Tipe ini mempunyai asumsi bahwa sumber kekuatan ada di luar dirinya, dia tidak bisa apa-apa, yang bisa dia lakukan adalah menerima apa yang dibuat dan dihasilkan oleh orang lain.
2.         Exploitative atau Pemeras. Tipe ini hampir sama dengan tipe pertama, bahwa sumber kekuatan ada di luar dirinya, tetapi cara menguasainya bukan dengan cara menerima tetapi harus merebutnya. Semboyan orang dari tipe ini adalah “mangga curian lebih enak dari pada yang ditanam sendiri”
3.         Hoarding atau Tertutup. Individu yang bertipe ini punya anggapan bahwa sumbern kekuatan ada pada dirinya. Karena dia merasa kuat dan mampu sendiri, amka ia tidak membutuhkan saran, pendapat, atau pun kerjasama dengan orang lain, dirinya tertutup untuk dunia luar.
4.         Marketing Personality atau Pribadi Pasar. Tipe ini bertolak dari anggapan yang sama dengan tipe tiga, bahwa sumber kekuatan ada adalam dirinya, tetapi caranya adalah menjual atau memasarkan apa yang ia miliki. Pribadi pasar ini, seperti halnya pedagang ia berusaha menjual apa yang laku dipasaran dengan harga tinggi. Jadi Pribadinya berubah-ubah sesuai denganpasaran, atau situasi kondisi yang memintanya.
Apa yang dikemukakan oleh Fromm bukan sekedar tipe-tipe kepribadian, tetapi juga pemisahan mana pribadi yang sehat dan mana yang tidak sehat. Orientasi Produktif menunjukkan pribadi sehat, sedang Orientasi yang tidak produktif menunjukkan pribadi yang tidak sehat.





2.4    Faktor Penentu Perubahan Kepribadian

Perubahan dalam kepribadian tidak terjadi secara spontan, tetapi merupakan hasil pematangan, pengalaman, tekanan dari lingkungan sosial budaya, dan faktor-faktor individu.
1.         Pengalaman Awal
Sigmund Freud menekankan tentang pentingnya pengalaman awal (masa kanak-kanak) dalam perkembangan kepribadian. Trauma kelahiran, pemisahan dari ibu adalah pengalaman yang sulit dihapus dari ingatan.
2.         Pengaruh Budaya
Dalam menerima budaya anak mengalami tekanan untuk mengembangkan pola kepribadian yang sesuai dengan standar yang ditentukan budayanya.
3.         Kondisi Fisik
Kondisi fisik berperngaruh langsung dan tidak langsung terhadap kepribadian seseorang. Kondisi tubuh menentukan apa yang dapat dilakuakn dan apa yang tidak dapat dilakukan sesorang. Secara tidak langsungsesorang akan merasa tentang tubuhnya yang juga dipengaruhi oleh perasaan orang lain terhadap tubuhnnya. Kondisi  fisik yang mempengaruhi kepribadian antara lain kelelahan, malnutrisi, gangguan fisik, penyakit menahun, dan gangguan kelenjar endokrin ke kelenjar tiroid (membuat gelisah, pemarah, hiperaktif, depresi, tidak puas, curiga, dan sebagainya)
4.         Daya Tarik
Orang yang dinilai oleh lingkungannya menarik biasanya memiliki lebih banyak karakteristik kepribadian yang diinginkan daripada orang yang dinilai kurang menarik, dan bagi mereka yang memilki karakteristik menarik akan memperkuat siakp soasial yang menguntungkan.
5.         Inteligensi
Perhatian yang berlebihan terhadap anak yang pandai dapat menjadikan ia sombong, dan anak yang kurang pandai merasa bodoh apabila berdekatan dengan orang yang pandai tersebut, dan tidak jarang memberikan perlakuan yang kurang baik.
6.         Emosi
Ledakan emosi tanpa sebab yang tinggi diniali sebagai orang yang tidak matang. Penekanan ekspresi emosional membuat seseorang murung dan cenderung kasar, tidak mau bekerja sama dan sibuk sendiri.
7.         Nama
Walaupun hanya sekedar nama, tetpi memilki sedikit pengaruh terhadap konsep diri, namun pengaruh itu hanya terasa apabila naka menyadari bagaimana nama itu mempengaruhi orang yang berarti dalam hidupnya. Nama yang diapaki memanggil mereka (karena nama itu mempunyai asosiasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pikiran orang lain) akan mewarnai penilaian orang terhadap dirinya.
8.         Keberhasilan dan Kegagalan
Keberhasilan dan kegagalan akan mempengaruhi konsep diri, kegagalan dapat merusak konsep diri, sedangkan keberhasilan akan menunjang konsep diri.
9.         Penerimaan Sosial
Anak yang diterima dalam kelompok sosailanya dapat memngembangkan rasa percaya diri dan kepandaiannya. Sebaliknya anak aynag tidak diterima dalam lingkungan sosialnya akan membenci orang lain, cemberut, dan mudah tersinggung.
10.     Pengaruh keluarga
Pengaruh keluarga sangat mempengaruhi kepribadian anak, sebab waktu terbanyak anak adalah keluarga dan di dalama keluarga itulah diletakkan sendi-sendi dasar kepribadian.
11.     Perubahan Fisik
Perubahan kepribadian dapat disebabkan oleh adanya perubahan kematangan fisik yang mengarah kepada perbaikan kepribadian. Akan tetapi, perubahan fisik yang mengarah pada klimakterium dengan meningkatnya usia dianggap sebagai suatu kemunduran menuju arah yang lebih buruk.



BAB III
PENUTUP


3.1    Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik bahwasanya kepribadian seseorang dalam perkembangannya membutuhkan dukungan serta bantuan dari orang-orang disekitarnya. Dalam pembentukan “Konsep Aku” dijelaskan bahwa setiap manusia mempunyai kemungkinan-kemungkinan dalam mengkonsep bagaimana akan terbentuk kepribadiannya. Kemungkinan itu dapat baik dan dapat pula buruk. Dalam pembentukan kepribadian itu sendiri tak terlepas peran lingkungan dari si individu itu sendiri. Bagaimana lingkungan memperlakukannya dan bagaimana setiap individu dapat menjaga kemungkinan-kemungkinan terburuk akan bagaimana perkembangan kepribadiannya yang pada akhirnya pun akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Maka dari itu, para ahli mengelompokkan tipologi kepribadian agar dapat menganalisis lebih dalam akan kepribadian yang dimilki oleh setiap individu. Karena terkadang tanpa disadari, setiap individu mempunyai kepribadian yang potensial yang sebenarnya dapat dijadikan aset sebagai karakteristik setiap individu itu sendiri. Tanpa melupakan kemungkinan terburuk dalam proses perkembangannya terdapat pula faktor-faktor disekitarnya yang dapat merubah kepribadian seseorang menjadi kepribadian yang lebih baik ataupun membentuk kepribadian yang lebih buruk.


3.2    Saran

Diharapkan dari pembuatan makalah ini, setiap pendidik dapat mngetahui secara pasti kepribadian dari peserta didiknya, tanpa mereka-reka dengan landasan yang tidak kuat. Dikarenakan setiap pendidik yang salah menangkap tipikal kepribadian peserta didik akan mempengaruhi psikologis dari peserta didik itu sendiri. Meskipun kepribadian itu sendiri bersifat abstrak, namun dengan penganalisisan yang baik dan dengan pengetahuan yang mendalam akan perkembangan kepribadian. Maka kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dalam menyimpulkan kepribadian peserta didik dapat terhindari.
Dan diharapkan pula dengan pembuatan makalah ini, setiap pendidik dapat membentuk “konsep aku” secara baik kepada peserta didik. Dengan tetap berusaha mengindari perubahan kepribadian peserta didik ke arah yang tidak baik, dengan cara mngetahui faktor-faktor penentu perubahan kepribadian peserta didiknya.



















DAFTAR PUSTAKA


Djaali. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.  Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Suryabrata, Sumadi. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Hariyanto. 2010. Pengertian Kepribadian (Personality). Diunduh di http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepribadian/ pada tanggal 27 Mei 2013 pukul 16.00 WIB di Bandar Lampung
Download Button